Kamis, 27 Desember 2007

Bertemu Pejuang Cilik di Tengah Gerimis Karanganyar

Berada di jalanan pedesaan Dukuh Mroto, Karang Pandan, Kabupaten Karanganyar, kami merasakan ban sepeda motor yang kami tumpangi mulai ngga pas anginnya, kurang gitu. Itu baru terasa setelah menerima tantangan melahap jalanan berbatu, menanjak dan licin di Wonosari, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, hingga menempuh jalanan menanjak dan menurun nan berkelok yang lumayan bagus kondisinya (kalau dibandingkan dengan jalan yang telah kami tempuh sebelumnya..) menuju Candi Cetho, Karanganyar. Menggigil kedinginan diterpa gerimis sepanjang jalan, mencoba menemukan pompa ban, akhirnya di sampailah kami di pertigaan jalan menuju Tawangmangu. Wuaah..lega... itu dia yang kami cari...ada di seberang jalan.

Kami pun muter menyebrangi jalan karena memang nyaris kelewat. Ada bapak-bapak di situ. Yang satu sedang sibuk menambal ban, yang satunya lagi nunggu si bapak yang lagi nambal ban. Ada adik kecil, kami taksir sekitar 6-7 tahun usianya, sedang memperhatikan si bapak yang sedang menambal ban. Seorang ibu, duduk tercenung di dekat tumpukan ban karet sambil menatap titik-titik gerimis sore itu. Ehm..kira-kira siapa yang akan menghampiri kami ya...

Si adik beranjak dari duduknya, sambil menyambar selang pompa. Keraguan terbersit sejenak tanpa saya sadari. Hati memang kadang tak berkompromi, kadang jahat penuh prasangka. Anak sekecil itu..

Tuh kan, ternyata saya salah, adik kecil itu tampak terampil memasang selang pompa dan mengukur tekanan ban belakang sepeda motor kami. Kemudian, ganti ban depan, dia mengalami kesulitan membuka tutup ban depan. Kami coba ikut membantu membuka, gagal juga. Namun, si adik sudah beranjak ke arah bapak penambal ban. Kami pikir, dia akan minta tolong si bapak. Eiiit...salah lagi, ternyata dia mengambil tang. Kembali dia menunjukkan inisiatifnya dan ketrampilannya. Akhirnya, selesai sudah kegiatan pompa memompa ban itu, si adik pun mengantongi uang seribu rupiah atas hasil kerjanya itu. Saya lirik sedikit, di kantongnya sudah ada beberapa lembar uang seribuan rupiah juga. Anak sekecil itu, sudah bisa mencari uang sakunya sendiri, dari hasil keringatnya sendiri. Terima kasih ya, Dik.

Kamis, 13 Desember 2007

Pilih Sendiri Petualanganmu

Barusan menerima kabar terbaru dari adik saya, selain mau ketemu mudik nanti juga kabar bahwa kucing-kucing persianya sudah laku (kecuali satu yang dia uri-uri), dan kini induknya, Mbak Shakira alias Kira itu udah ngebet kawin lagi.

Kembali teringat beberapa tahun silam, adik laki-laki saya satu-satunya itu bingung. Bingung dengan pilihan hidupnya. Masalah yang sama yang dialami hampir semua anak lepas remaja yang akan melanjutkan sekolah. Tidak banyak anak seusia itu yang sudah mantap mempunyai cita-cita dan gambaran jelas apa yang mereka inginkan dan seperti apa di masa depan nanti. Tidak banyak yang punya keinginan kuat dan percaya diri terhadap keinginannya itu.


Anak seusia itu yang di sekolah umum, tak pernah dapat ilmu bagaimana membuat pilihan hidup. Di sekolah, tak pernah dapat ilmu bagaimana mendapatkan integritas diri yang sejati, hampir semua hasil try and error..tabrak sana..tabrak sini..benjol sana..benjol sini..dan bangkit dengan pemahaman baru tentang hidup. Itu saya dulu. Saya hampir tak ada tempat bertanya. Bingung sendirian. Risau sendirian. Serasa di dunia ini tak ada yang bisa memahami.

Dia bimbang mau melangkah kemana. Pertempuran antara passion dia dan keinginan orang tua, beserta sederet fakta finansial membuatnya makin galau. Passion yang dia sendiri juga belum terlalu yakin karena masih belum punya integritas diri yang kuat, mudah diombang ambingkan oleh ”ajakan teman”, ”kata orang”, ”kata guru”, ”kata ahli”, ”kata pacar”, dsb. Saya tahu risaunya itu, saya pernah ada di area yang sama, walaupun tidak sama persis.

Saat paling galau dalam hidup saya itu, saya dipertemukan teman saya dengan gurunya waktu SMU. Pertemuan yang singkat namun sangat mencerahkan, menjadi bekal saya, mematri keyakinan diri saya (Sampai sekarang saya belum bisa menemuinya kembali, bahkan kehilangan kontak dengan teman saya itu).

Betapa hutang budi yang sangat besar, dan saya tak tahu bagaimana saya membalasnya. Bahkan berucap terima kasih pun saya tak tahu bagaimana caranya, saat ini saya belum tahu bagaimana menemukan mereka kembali.

Lakukan apa yang ingin kamu lakukan.

Kalau toh gagal, itu jauh lebih baik daripada seumur hidup kamu hidup dalam penyesalan karena tidak pernah mencoba melakukan apa yang ingin kamu lakukan.

Itu mantra kedua dalam hidupku, setelah mantra pertama yang ketemunya ga sengaja dalam perjalanan di Lawu saat SMU. Saya "wariskan" mantra-mantra itu, meskipun saya bukan empu, mungkin bisa sedikit membantu.

Dia masih galau, sekali iitu tentang qadha dan qadar. Bagaimana aplikasinya dalam hidup. Berhubung saya bukan orang yang pinter ilmu agama, saya sendiri juga bingung tentang aplikasinya kalau merujuk definisi qadha dan qadar yang benar. Kalau saya terangkan juga..pasti malah tambah ruwet..lha wong saya juga masih ruwet .

Akhirnya, saya ingatkan dia tentang buku di masa kecil kami...Pilih Sendiri Petualanganmu (PSP)..baik itu cerita tentang Cinderela, Dumbo si Gajah Terbang, Putri Salju, dsb. Inti buku itu adalah kita sebagai tokoh, kita menetapkan takdir kita sendiri, tentu saja sejalan dengan apa yang telah ditetapkan oleh penulis buku. Ga mungkin diluar apa yang sudah dicetak to?? (ehm..masih ada ga sih buku ini..kok rasanya ga pernah lihat di gramed)

Pilih Sendiri Petualanganmu punya banyak ending. Ada yang happy ending, sad ending, atau ada pula (istilah saya) flat ending..ga sedih ga hepi, biasa aja.

Sampainya kita ke akhir cerita yang mana tergantung pilihan kita. Kita dihadapkan pada pilihan mau lanjut ke halaman berapa. Mau pilih jalan yang belok ke kiri maka pilihlah halaman sekian. Mau jalan lurus, buka halaman sekian. Buka halaman sekian kalau ingin belok kanan. Mau menolong orang di jalan, pilih halaman sekian atau tetap cuek dan melanjutkan perjalanan maka baca halaman sekian. Semua pilihan itu ada resikonya...resiko ending yang tidak sesuai harapan. Tapi itulah petualangan. Dan begitulah hidup. Life is a matter of choices. Paling tidak, itu adalah pilihan kita sendiri, dan karena pilihan sendiri, yang bisa dikambinghitamkan jika ternyata salah, tak lain adalah diri kita sendiri. Mendengarkan pendapat orang itu perlu, tapi pilihan ada di tangan kita sendiri. Pilihlah sendiri petualanganmu...

Dan menurut saya, PSP itu analogi yang tepat untuk menggambarkan hidup yang sebenarnya.


Kamis, 04 Oktober 2007

Albert Einstein's Rules of Work


Albert Einstein's three rules of work:

1. Out of clutter find simplicity
2. From discord find harmony

3. In the middle of difficulty find opportunity


I've found those sentences in Joe Ross, Trading Manual..so inspiring,
become one of my personal mantras.

Kamis, 20 September 2007

Tentang bersedekah (dan PERDA??)

Dulu..aku pikir aku telah bersedekah atau berinfak dengan memberi begitu saja uang receh pada pengemis di pinggir jalan atau yang datang ke rumah. Itu duluuuu..ketika pengemis masih bisa dihitung dengan jari. Itu duluu juga, ketika aku belum terpikir, masak tiket masuk surga senilai uang recehan? Yang penting ikhlas?? hahaha...yang pakai tiket recehan mungkin masuk terakhir. Itu kalau surga sudah dipenuhi orang yang ikhlas dengan prosentasi infak (terhadap penghasilan) yang besar hehehehe...(kaleee)

1997, itu berubah ketika suatu pagi (pagii sekali),di Kota Solo, aku melihat ibu pengemis yang biasa mangkal di pertigaan kampus pertanian dan rektorat UNS, ternyata diantar oleh seseorang dengan kendaraan bermotor. Bahasa tubuh mereka menceritakan bahwa pengendara motor itu bukan sekedar tukang ojeknya. Terus apanya...

1998, suatu pagi (pagi sekali juga), di Jogja, aku melihat mobil menurunkan beberapa penumpang dengan kostum "pengemis" dan asesorisnya (borok-borok imitasi). Ketika sore, orang yang kulihat tadi siang berjalan terpincang-pincang ternyata kini telah mampu berjalan tegap. Seorang rekan pernah bercerita, dia dan timnya pernah mencoba mengikuti pengemis-pengemis tersebut. Penasaran, pergi kemana mereka kalau hari sudah gelap. Ternyata, mereka berkumpul di suatu tempat, menunggu semacam jemputan. Ketika tahu ada yang mengikuti, mereka spontan membubarkan diri. Mereka punya induk semang ternyata.

Bertahun-tahun setelah itu, ketika tayangan televisi yang bersifat investigasi makin marak, terjawablah rasa penasaranku. Pengemis itu sangat terorganisasi. Penghasilan induk semangnya sangat luar biasa dibanding gaji pertama fresh graduate dari universitas ternama di negeri ini. Sementara mesin uangnya adalah anak-anak dan nenek-nenek yang berkeliaran di jalan dengan memanfaatkan belas kasihan orang. Malah ada anak sendiri yang disuruh ngamen, tapi bapak yang seharusnya menafkahi dan melindungi justru ongkang-ongkang menunggu setoran. Jadi aku pikir waktu itu, daripada aku memberi uang buat menghidupi orang biadab yang memanfaatkan rasa belas kasihan orang mendingan langsung memberi anak-anak itu makan, minum, jajan, atau permen. Minimal banget mendoakan mereka agar bisa keluar dari kehidupan semacam itu.

Sekarang di Bandung, kalau melihat anak-anak kecil di perempatan jalan, rasanya nyeri banget di hati. Tambah lagi, anak-anak yang tidur di trotoar di samping kaleng kencleng mereka di sekitar Gramedia dan BIP, mereka tidur bukan hanya karena (mungkin) lapar, tapi...mereka diberi obat sehingga lemas dan tidur sepanjang hari. Ingiiin banget menolong, membawa mereka, tapi takut dikeroyok ama preman-preman si induk semang. Akhirnya, aku hanya bisa pura-pura cuek, seperti orang-orang lain yang juga bersliweran. Duh Gusti, ampuni aku yang tak bisa berbuat dengan tanganku. Duuuh..bagaimana nanti masa depan mereka. Bagaimana perkembangan psikis mereka. Fisik mungkin mudah dibenahi, tapi psikis???

Di beberapa perempatan di Bandung, sudah dipasang anjuran dari Depsos untuk tidak memberi uang pada anak-anak jalanan itu. Karena sebenarnyalah, uang kita (yang kita anggap receh) yang membuat mereka selalu kembali ke jalan. Bertahun yang lalu, seorang rekan yang aktif di rumah singgah di Jogja pernah mengeluhkan hal ini. Seberapa getolnya mereka dibina, tapi daya tarik jalanan lebih menjanjikan secara ekonomis. Karena...karena uang receh kita!!! Jadi saat itu aku berjanji tidak akan mementahkan usaha rekan-rekan itu.

Kalau sekarang ada Perda yang melarang kita memberi uang pada pengemis dan kawan2nya itu, maka aku adalah orang yang akan bilang setuju. Kalau tidak ada uang receh kita, maka mereka pun tidak akan mencari uang di jalan. Agak sedikit berbeda pendapatku dengan pengamen (yang bener2 ngamen) dan pedagang asongan (yang tidak suka maksa), kalau yang sejenis ini..aku masih respek. Entahlah...Aku juga sedih melihat orang-orang berpeci atau berkerudung membawa kencleng di tempat umum, meminta bantuan untuk ini itu. Maluuu..

Jika memang ingin berzakat, bersedekah/ bersidqah, pokoknya yang begitulah judulnya..lebih baik melalui amil atau organisasi semacamnya. BAZNAS, Rumah Zakat Indonesia, Dompet Dhuafa, dsb, sudah banyak sekarang yang sejenis. Dengan cara seperti ini, orang yang dibantu tidak akan merasa malu, orang yang dibantu akan lebih banyak jumlah dan cakupannya secara geografis. Dana dari kita benar-benar disalurkan pada orang-orang yang memang membutuhkan. Tidak akan salah sasaran, karena mereka juga diaudit, dan kita juga menerima laporan bulanannya. Yang paling penting, orang yang dibantu tidak hanya diberi ikan tapi juga diberi pancing dan umpannya.

Kamis, 13 September 2007

lagi-lagi PNS

Snapshot di Metro TV minggu ini nyentil banget deh...abis yang disnapshot PNS di Jakarta dan Bandung. Tertangkap basahlah mereka yang keluyuran pada jam-jam kerja. Yang tertangkap tentu saja PNS yang berseragam/ beridentitas. Kalau PNS yang tidak berseragam (seperti aku dulu) ya aman-aman saja. Memang PNS lembaga non departemen seperti aku dulu tidak memakai seragam seperti lazimnya PNS Pemkot atau Pemprov yang mudah sekali dikenali. Pada tayangan itu, PNS di Jakarta yang kepergok kelihatan "malu-malu" dan ngacir, tapi beda halnya dengan PNS di Bandung yang diwawancarai..mereka terus terang bilang memang ada perlu, dan ada izin dari atasan, nyantai gitu caranya berkomentar.

Memang begitulah keadaannya, sangat longgar peraturan itu. Menpan di tayangan Snapshot itu juga mengatakan..kebanyakan mereka keluyuran seperti itu memang karena tidak ada job desk (..kutambahi..yang jelas).

Aku dulu juga tidak selalu duduk manis terus di kantor..kerja mulu. Tidak dong..ya istirahat juga, ya ngobrol-ngobrol kalau lagi jenuh, dan keluar kalau ada perlu dengan izin tentunya (walaupun tidak tertulis). Memang menyelesaikan pekerjaan tetap jadi prioritas di kantor. Kalau perlu mengorbankan jam istirahat siang juga aku jalani bahkan kadang lembur juga dijalani. Kadang juga keluar ke bank, bayar tagihan ini itu (karena mau nyuruh siapa lagee huhuhu), ke rumah sakit, ke kantor polisi (walah banyak juga perlunya ya), tapi yang jelas bukan belanja untuk keperluan pribadi. Kalau keluar yang lebih bisa disebut 'jalan-jalan' biasanya hari jumat siang saat para bapak sholat jumat..nah si ibu-ibu ini jalan-jalan di mall atau ke factory outlet sekedar cuci mata atau makan di luar lingkungan kantor. Keluar seperti itu pun dengan sepengetahuan dan seizin atasan. Keluar juga bukan berjam-jam..bahkan buatku keluar hanya setengah jam aja rasa bersalahnya setengah mampus. Tapi banyak juga yang ga izin denk...

Bukan berarti yang ga keluar-keluar kantor, datang pagi ke kantor, pulang tepat waktu itu juga kerja bener lho. Lha wong di kantor ngobrol ngalor-ngidul, kongkow-kongkow santai sambil ngrokok atau malah sambil nge-band. Hmm..siapa yang salah ya. Menurutku mereka ini ga salah juga kok. Habis mau gimana lagi lha wong ga dikasih kerjaan alias job desk dan tenggat waktu yang jelas oleh atasannya kok. Mau ngerjain apa lagi? Tapi ada juga yang sibuk banget dari pagi sampai pulang...bahkan sampai lembur. Tapi sang atasan juga bingung..mau dikasih kerjaan apa ya ni orang..kok ga sesuai backgroundnya, mau dikasih training kok ya dana training terbatas untuk orang yang terbatas. Disuruh apaan ya..ya udah deh terserah yang penting ditulis aja job desknya..walaupun bingung implementasinya kaya apa tuh..hehehe.

Manajemen PNS memang amburadul. Kerjaan banyak, menumpuk, selesai, datang lagi, ga ada tujuan yang jelas, ga ada goal yang jelas. Setahuku kebanyakan memang seperti ini..tidak punya cetak biru impian apa yang ingin diraih. Kalau ada orang punya mimpi..they said..don't be too idealistic. Terlalu banyak manipulasi, bohong-bohong kecil yang disebut BIASA memang HARUS BEGINI. Kalau tidak nanti kamu menyusahkan orang sekantor. Menurutku tetep aja judulnya bohong walaupun kecil. Ujung-ujungnya semua berakhir pada rutinitas roda berjalan. Capek tapi tidak sampai kemana-mana. Kalau seperti ini terus orang akan bosan dan mencari tantangan baru. Jangan-jangan..korupsi, manipulasi, selingkuh, buat video mesum ama artis dangdut atau teman kerja itu termasuk tantangan kali ya..(tau ah).

Jujur, banyak yang sudah merasa bosan kok menjadi PNS. Banyak keluhan euy..capee deh ngedengerinnya. Pendengar yang baik tetep harus manggut-manggut kalau ada yang curhat hehehehe..
Buat yang rajin, yang bekerja beneran, rewardnya kurang, tidak ada mekanisme yang jelas untuk menghargai pekerjaannya. Nah yang rajin ini bisa jadi akhirnya ikutan males. Ngiri ama yang males..kok enak banget ya.
Buat yang males, yang kerja asal-asalan, tidak ada punishment yang tegas, lha wong pecat memecat aja susah. Masih ada rasa ewuh pakewuh terhadap teman atau bawahan kalau urusan punishment begini, karena senioritas (menang tua-tuaan) itu sangat kuat di PNS. Males bukan karena karakternya males..tapi hopeless gituh.

Kebanyakan tidak mengundurkan diri karena memang banyak pertimbangan. Aku hargai itu. Orang kan berhak memilih jalannya masing-masing. Yang jadi pertimbangan terutama adalah penghasilan. Atau mungkin terlalu takut untuk kehilangan gaji yang biasanya mengalir tiap bulan. Selain itu tidak bisa berharap uang pensiun lagi..
Padahal menurutku ini mah uang PNS sendiri yang disisihkan tiap bulan. Harusnya jadi gede banget tuh (tapi tidak ternyata), puluhan tahun berbunga-bunga di bank. Mendingan disimpan sendiri aja di bank-bank syariah yang returnnya emang lebih gede tooh.

Finally, aku mengundurkan diri.
Apa yang dulu aku pikir ada ternyata tak ada di situ. Apa yang dulu ingin kucari di situ ternyata tak ada di situ. Apa yang dulu ingin kuraih ternyata bukan lewat ini jalannya.
Tidak ada yang ingin kukejar di situ pokoknya.
Kebiasaanku dari dulu adalah membuat peta pikiran tentang tujuan-tujuanku..semacam peta pikiran di software mind manager gitu. Menggambarkan cita-cita, dan kemudian menggambarkan jalan yang mungkin menuju cita-cita itu. Namun, ketika aku menggambarkan tujuanku sebagai PNS, aku jadi tidak mampu menggambarkan apa-apa.
Menjadi kepala bidang? menjadi kepala institusi? menjadi pimpro?? halah ga kepengen blas..tidak terlalu menyentuh tujuan seperti itu. Tapi ternyata begitu banyak hal yang hanya bisa dilakukan jika kita menduduki posisi-posisi penting itu. Namun untuk mencapai posisi penting itu cara apa yang bisa dilalui?? Lewat prestasi?? gimana kalau reward ga jalan..kecewa pastinya dong. Terus apa dong..."kling kling" mengambil hati dan menyenangkan hati orang tertentu??? I'm not that kind of person.

Ini semua akhirnya membuatku tersadar tak ada jalan lain kecuali KELUAR. PNS memang tidak cocok untuk aku atau orang-orang sepertiku. I'm sorry good bye deh..

Ramadhan Datang

Alhamdulillah..masih berjumpa dengan Ramadhan.
Hopefully, ini menjadi Ramadhan yang lebih baik daripada Ramadhan-ramadhanku sebelumnya. Menjadi yang terbaik kalau bisa, karena belum tentu bisa bertemu Ramadhan lagi.
Iiiih ngeri kalau membayangkan. Membayangkan kematian yang bisa datang kapan saja, tanpa mengetuk pintu, padahal bekal yang kusiapkan masih belum seberapa.

Suer!! Aku takut mati. Aku belum berani mati sekarang, bekalku belum memadai, masih banyak cita-cita yang ingin kuwujudkan di muka bumi ini. Padahal seharusnya aku siap kapan saja Allah memanggilku kembali.

Seperti persiapan menghadapi perjalanan-perjalanan, packing dengan perbekalan seperlunya, kalau ada yang kurang masih bisa beli atau diusahakan di jalan. Nah, kalau perjalanan ke alam barzah...dimana aku bisa mencari kekurangan bekalku saat perjalanan telah dimulai..hiiiii...mungkin yang ada cuma penyesalan karena tidak well prepared. Penyesalan itu pun tak ada guna karena sudah tak mungkin lagi bisa memperbaiki keadaan.

Allah help me plis, beri kemudahan dalam mengumpulkan bekal menuju-Mu. Hanya bisa memohon..agar diberi usia yang panjang dan barakah.
Aku masih takut..

Rabu, 05 September 2007

[belajar] Ikhlas

Minggu ini banyak kejadian yang membuatku jadi sering sekali mendengar kata "ikhlas", "tulus ikhlas" atau "hati yang lapang". Enteng sekali di lidah, tapi apa maknanya, bagaimana prakteknya, mengapa tetap berat di hati. Meskipun hanya didengar, namun tetap saja kata itu terasa menyejukkan.

Aku bukan ustadzah yang bisa menjelaskan dengan baik maknanya, aku hanya manusia yang jatuh bangun dalam hidup, mencoba berselancar dalam naik turunnya gelombang. Jadi makna sebuah keikhlasan adalah sebuah makna yang kupahami untuk sementara ini, sampai sejauh ini, jadi masih mungkin berubah jika ada pengalaman baru.
Ikhlas, menurutku akan lahir dari sebuah proses panjang lika-liku hidup. Akan hadir, jika kita memang berniat memaknai pengalaman hidup itu. Ikhlas tidak bisa lahir begitu saja ketika kita bilang, "saya ikhlas" atau setelah kita lulus dari belajar teori ikhlas. Dia akan ter-inisiasi dari sebuah tempaan atau dua buah atau mungkin malah bertubi-tubi tempaan. Berlanjut dengan sebuah pemahaman yang terus berkembang akan dirinya sendiri dan lingkungannya serta Penciptanya. Manusia punya pengalaman berbeda, tapi semua pasti mengalami masa manis dan pahit dengan porsi masing-masing. Masing-masing juga punya caranya sendiri untuk belajar dari pengalaman. Setiap orang punya kuncinya sendiri-sendiri. Aku yakin itu.

Kemarin, aku dapatkan kata-kata ini: "Genggam dunia di tangan, bukan di hati"
Yang dimaksud dunia di sini adalah harta, tahta, kekasih, dan segala keindahan dunia. ketika Sang Empunya dunia dan seisinya mengambilnya kembali dari tangan kita, maka tidak akan terlampau berat bagi kita untuk melepaskan. Akan berbeda rasanya jika kita mengenggamnya di hati. Pasti jauh lebih sakit.
Hmmpff..apa ini kunci yang kucari?

Seorang sahabat berkata, "Syukuri apa yang ada hari ini, pada masa kini"
Apa yang telah kita alami pada masa lalu merupakan jalan untuk mencapai kondisi kita saat ini. Jika kita mensyukuri apa yang ada sekarang, maka tak ada satupun yang perlu disesali.
Lagi-lagi, itu bukan kata-kata baru yang pernah kudengar, namun baru beberapa hari yang lalu benar-benar meresap hehehe...

"Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukan-keburukannya."
(QS. 98 : 5)

Fudhail juga pernah berkata:

"Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah riya'. Sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik. Adapun ikhlas adalah ketika Allah SWT, menyelamatkanmu dari keduanya."


Hmm yang terakhir ini mah kelas tinggi ..